TATA KELOLA ENERGI TERBARUKAN DI SEKTOR KETENAGLISTRIKAN DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

  • Nunuk Febriananingsih Badan Pembinaan Hukum Nasional
Keywords: Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, EBT, BOOT

Abstract

Listrik merupakan sumber daya energi yang strategis dan sangat penting bagi hajat hidup rakyat banyak. Pemerintah sudah berusaha untuk membebaskan Indonesia dari krisis energi listrik dan berupaya mencari alternatif penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Pemerintah telah berkomitmen bahwa EBT akan terus dikembangkan untuk menjamin ketahanan energi di Indonesia serta memenuhi permintaan listrik yang kian bertambah. Pemerintah menetapkan target 23% porsi energi bersih dalam bauran energi nasional di tahun 2025 dan 31% pada tahun 2030 melalui Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (selanjutnya disebut Permen ESDM 50/2017) sebagaimana diubah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya mineral Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Permen ESDM 53/2018) yang masih mengalami kendala dalam implementasinya. Beberapa persoalan tersebut diantaranya adalah bagaimana tata kelola EBT di Indonesia, faktor penyebab pertumbuhan pengelolaan EBT yang belum optimal, kebijakan peraturan perundang-undangan terkait EBT di sektor ketenagalistrikan yang perlu dievaluasi. Kajian ini menggunakanpendekatan deskriptif analitis dengan menggunakan metode yuridis normatif yaitu menganalisas norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan implementasinya di lapangan. Hasil penelitian didapatkan bahwa saat ini perkembangan EBT di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan yang tercermin dari lambatnya pertumbuhan kontribusi EBT terhadap pasokan energi nasional. Faktor lambannya pertumbuhan EBT disebabkan beberapa hal antara lain Permen 50/2017 mengalami banyak kendala dalam implementasinya, baik dari sisi pembiayaan, kepastian hukum, teknologi dan keadilan.

Author Biography

Nunuk Febriananingsih, Badan Pembinaan Hukum Nasional

Nunuk Febriananingsih, S.H., M.H. Kepala Sub Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup I pada Pusat Analisa dan Evaluasi Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum Nasional. Pendidikan Sarjana (S1) didapat dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta. Selanjutnya yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan Magister Hukum (S2) Fakultas Hukum pada Universitas Padjajaran Bandung. Nunuk selalu menjaga hubungan yang harmonis antara keahliannya dalam bidang hukum dan kebutuhan masyarakat. Dia mengikuti minatnya di bidang hukum, setelah menghabiskan masa sarjana di bidang hukum ekonomi yang dilakukan di Universitas Indonesia. Dia melanjutkan studinya melalui program beasiswa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Universitas Padjadjaran Bandung Indonesia dalam hukum tata negara. Setelah 4 tahun bekerja untuk Kepala Sub Bidang Penegakan Hukum di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Nunuk pindah ke Kepala Sub Bagian Sumber Daya Alam I yang membawahi bidang hukum Energi Sumber Daya Mineral, Pertambangan, Lingkungan Hidup, Kehutanan, Perkebunan, Pertanahan dan Penataan Ruang, di Lingkungan di Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional. Pendidikannya yang berbeda dan pengalamannya yang luas telah memberinya keuntungan yang cukup dalam program nasional pemerintah dalam rangka penataan regulasi terutama di sektor sumber daya alam dan lingkungan. Lebih lanjut, ia memiliki pengalaman dalam hukum penelitian dan pengembangan, analisis dan evaluasi hukum bidang Sumber Daya Alam, dan perancangan hukum.

Published
2019-11-28
How to Cite
Nunuk Febriananingsih. (2019). TATA KELOLA ENERGI TERBARUKAN DI SEKTOR KETENAGLISTRIKAN DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL . Majalah Hukum Nasional, 49(2), 29-56. https://doi.org/10.33331/mhn.v49i2.31